Dalil Keutamaan Malam Nisfu Syaban.
Tentang keutamaan malam Nisfu Syaban, Buya Yahya sudah menyampaikan dalam laman buyayahya.org.
Menurut Buya Yahya, telah banyak hadits dari Nabi Muhammad SAW di antaranya adalah:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban, beliau berkata hadits ini shahih yaitu:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كِلَبٍ
Dari Sayyidah Aisyah RA beliau berkata: “Aku kehilangan Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian aku keluar dan aku menemukan beliau di pemakaman Baqi’ Al-Gharqad” maka beliau bersabda “Apakah engkau khawatir Allah dan RasulNya akan menyia-nyiakanmu?” Kemudian aku berkata: “Tidak wahai Rasulullah SAW, sungguh aku telah mengira engkau telah mendatangi sebagian isteri-isterimu”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menyeru hamba-Nya di malam Nishfu Sya’ban kemudian mengampuninya dengan pengampunan yang lebih banyak dari bilangan bulu domba Bani Kilab (maksudnya pengampunan yang sangat banyak).” (HR. Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Ibnu Hibban beliau berkata hadits ini shahih).
Domba Bani Kilab adalah gerombolan domba terbanyak di Jazirah Arab di waktu itu.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Baihaqi:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَ صُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ: أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ ! أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ ! أَلاَ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ ! أَلاَ كَذَا… أَلاَ كَذَا… حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ
Dari Sayyidina Ali bin Abu Thalib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila tiba malam nishfu Sya’ban, shalatlah pada malam harinya dan puasalah di siang harinya karena Allah menyeru hamba-Nya di saat tenggelamnya matahari, lalu berfirman: ‘Adakah yang meminta ampun kepada-Ku? niscaya Aku akan mengampuninya, Adakah yang meminta rezeki kepada-Ku? niscaya akan memberinya rezeki. Adakah yang sakit? niscaya Aku akan menyembuhkannya, Adakah yang demikian (maksudnya Allah akan mengkabul hajat hambanya yang memohon pada waktu itu)…. Adakah yang demikian…. sampai terbit fajar.”
Hadits yang diriwayatkan Imam Abu Nu’aim dan dikatakan shohih oleh Imam Ibnu Hibban begitu juga Imam Thabrani berkata semua perowinya adalah orang yang dapat dipercaya (Tsiqah):
عَنْ مُعَاذٍ بِنْ جَبَلٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Dari Sayyidina Mu’ad Bin Jabal, dari Nabi SAW beliau berkata: “Allah Tabaraka wa Ta’ala melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, lalu Allah mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Musa Al-Asy’ari RA:
عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو منافق.
Dari Abu Musa Al-asy’ari RA dari Rasulullah SAW, beliau berkata: “Sesungguhnya Allah SWT melihat kepada hambaNya di malam nishfu Sya’ban maka Allah SWT mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan Allah atau orang munafik.“
Niat Puasa Syaban
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ شَعْبَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’I sunnati Sya’bana Lillahi Ta’ala
Artinya: Saya berniat puasa sunnah Syaban esok hari karena Allah SWT .
Lantas kapan batas terakhir qodho puasa Ramadhan? Dan bagaimana ketentuan fidyah?
Bulan Rajab 1443 Hijriyah akan segera berakhir dan datanglah bulan Syaban.
Awal Syaban diperkirakan jatuh pada 4 Maret 2022. Namun kepastiannya, menunggu hasil rukyatul hilal.
Dengan datangnya bulan Syaban, artinya sebulan lagi bulan suci Ramadhan tiba.
Lantas bolehkah membayar utang puasa Ramadhan (qodho) setelah Nisfu Syaban?
Pertanyaan ini jadi salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan menjelang bulan suci Ramadhan.
Sebelum memasuki bulan suci Ramadhan yang diperkirakan jatuh di awal April 2022, pastikan Anda tidak punya utang puasa Ramadhan sebelumnya.
Apabila ada yang belum bayar utang puasa, cek artikel ini.
Apalagi ternyata utang puasa Ramadhan tahun lalu juga ada batas waktunya.
Apalagi dalam hitungan hari kita akan memasuki bulan Syaban.
Setelah itu sampai pada Ramadhan.
Membayar utang alias Qodho puasa Ramadhan juga memiliki batas waktu.
Qodho menggantikan puasa Ramadhan sebelumnya yang tidak bisa ditunaikan.
Mengenai qodho, ada beberapa hal yang memperbolehkan seorang muslim tidak puasa di bulan Ramadhan.
Mereka yang diperbolehkan adalah musafir, orang sakit, orang jompo (tua tidak berdaya), perempuan hamil, tercekik haus (mengancam hidup), perempuan haid, perempuan nifas, dan perempuan menyusui.
Dalam keadaan seperti di atas, Allah mengizinkan.
Tapi setelah Ramadhan berakhir, orang-orang tersebut diharuskan membayar hutang puasa.
Bisa menggantinya dengan berpuasa di bulan lain atau membayar fidyah.
Bagi Anda yang belum melunasi puasa Ramadhan tahun lalu, harus segera dilunasi.
Karena puasa Ramadhan menjadi kewajiban umat muslim yang sudah balig dan berakal.
Berikut niat qodho puasa:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى
Nawaitu shouma ghodin ‘an qadaa’in fardho ramadhoona lillahi ta’alaa
Artinya: “Saya niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta’ala.”
Kewajiban membayar hutang puasa Ramadhan dijelaskan oleh Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 184.
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Ayyāmam ma’dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, wa ‘alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa’āmu miskīn, fa man taṭawwa’a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta’lamụn
Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Mengenai batas akhir diperbolehkannya menjali puasa qodho Ramadhan, ada dua pendapat.
Sampai pertengahan bulan Syaban dan sampai hari terakhir di bulan Syaban.
Pertama hadis yang melarang puasa setelah masuk pertengahan bulan Sya’ban.
Hadis dari Abu Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ، فَلَا تَصُومُوا
Artinya: “Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.” (HR. Abu Daud 2337)
Dalam hadis yang lain, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Artinya: “Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari 1914 dan Muslim 1082).
Kedua hadis yang menjelaskan nabi merutinkan berpuasa selama bulan Sya’ban.
Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
Artinya: “Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Bukhari 1970 dan Muslim 1156).
Pandangan Ulama
Apakah utang puasa tahun lalu sudah lunas? Jika belum apakah masih bisa membayar utang puasa setelah Nisfu Syaban?
Hukum untuk melaksanakan puasa qadha bulan Ramadhan adalah wajib.
Karena Puasa Ramadhan termasuk ke dalam salah satu rukun islam yang ketiga.
Namun, bagaimana jika puasa qadha bulan Ramadhan masih belum selesai bahkan setelah Nisfu Syaban?
Apakah hukumnya boleh atau malah haram?
Mengenai hukum ini, dikutip TribunKaltim.co dari TribunBatam.id, maka Ustaz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS menjawabnya.
Hal tersebut terlihat di laman Youtube Dakwah Islam.
Untuk pembayaran puasa Ramadhan setelah memasuki Nisfu Syaban, ada perbedaan pendapat para ulama.
Ada yang mengharamkan puasa pada Nisfu Syaban hingga bulan Ramadhan tiba.
Ada juga yang membolehkannya.
“Sampai kapan batas meng- qadha shaum?” tanya seorang jamaah kepada UAS.
“Ini Puasa Ramadhan tahun lalu. Dan ini 29 hari lagi Puasa Ramadhan tahun ini.
Maka kapan puasa qadhanya?
Qadha itu mengganti, maka di sinilah qadha, qadha, qadha (diantara Puasa Ramadhan yahun lalu dan tahun ini),” papar UAS.
Lalu, UAS pun menjawab soal hukum puasa qadha Ramadhan di bulan Syaban, terutama di hari Senin akan mendapat pahala 3 kali lipat.
“Siapa yang mengganti puasa di bulan Syaban hari Senin, otomatis dapat 3 pahala.
Puasa qadha Ramadhan satu hari, puasa bulan Syaban dapat, dan puasa hari Senin,” tutur UAS.
“Jadi niatnya cuman satu, saya niat puasa qadha. Gak perlu niat 3 kali,” tambahnya.
Setelah itu, UAS menjelaskan bahwa batas qadha itu sampai Puasa Ramadhan yang akan datang.
“Batas qadhanya sampai Puasa Ramadhan yang akan datang,” tambah UAS.
Kemudian, ada jamaah lain yang bertanya soal hukum puasa qadha setelah Nisfu Syaban.
“Bagaimana hukum puasa setelah Nisfu Syaban?” tanya jamaah lainnya.
Ditanya soal puasa setelah Nisfu Syaban, UAS pun menegaskan sudah ada ketegasan di dalam hadits sahih Abu Hurairah.
“Haditsnya jelas dari Abu Hurairah RA, disebutkan dalam riwayat Abu Dawud, yakni:
‘Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau sudah melewati Nisfu Syaban, maka janganlah kalian berpuasa,'” HR Abu Dawud.
Namun dibolehkan puasa, jika memang terbiasa puasa sunnah seperti puasa Senin Kamis.
“Boleh berpuasa, bagi yang terbiasa puasa sunnah. Jika memang Nisfu Syaban hari Rabu, besoknya Kamis,” ujar UAS.
Tak hanya itu, dijelaskan UAS, puasa setelah NisfuSyaban pun diperbolehkan bagi yang sedang qadha Puasa Ramadhan.
“Yang kedua, boleh juga bagi yang meng-qadha atau utang puasa. Begitu Puasa Ramadhan tahun ini tinggal 7 hari ini, eh lupa,” papar UAS.
“Maka bagi yang mau meng-qadha, silakan boleh,” tegasnya.
Akan tetapi, jika hingga bulan Ramadhan yang akan datang masih belum bayar puasa qadha, maka menurut UAS ada denda berlipat.
Denda tersebut yakni tetap membayar puasa qadha dan juga fidyah.
“Karena jika qadha puasa nya masih antara Ramadhan dan Ramadhan, hanya qadha saja.
Tapi kalau sudah lewat Ramadhan lagi, maka qadha plus fidyah,” tandasnya. (*)
Sumber : tribunkaltim.co dengan judul : Kapan Nisfu Syaban 2022? Ini Bacaan Niat Puasa Syaban dan Bayar Utang Puasa Ramadhan Sebelumnya