DEFAKTO.ID – CIANJUR –
Miris mendengar nasib tragis yang dialami dua pekerja migran indonesia (PMI) Aneu Trisnawati asal Cianjur di tanah Erbil/Irak. Alih-alih mengais rezeki di luar negeri malah musibah yang didapatkannya.
Aneu merupakan PMI mengaku diberangkatkan ke negara Erbil/Iraq Desember 2020 lalu oleh Sponsor Tati, warga Kp Warung Nenggang Rt 02/01 Desa Sukamanah, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, dan E Saepudin, warga Kp Bojong Galing Rt 04/01, Desa Jambenenggang, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi yang menempatkan Aneu dan Dewi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Erbil/Irak.
Berikut adalah keluh kesah Aneu yang hingga berita diturunkan masih berada di Negara Erbil/Irak disampaikan Aneu dan Dewi kepada awak media, oleh masing-masing secara terpisah melalui beberapa kali perbincangan kami dalam telepon seluler belum lama ini.
“Semula saya Rosita ditawari bekerja di luar negri oleh sponsor bernama Tati ke Negara Abhudabi atau Dubay, hingga pada 13 Oktober 2020 saya dijemput oleh sponsor yang bernama E Saepudin dari rumah Tati dan dibawa ke Jakarta untuk melakukan medical chek up di salah satu medical center. Namun kami lupa nama tempat medicalnya. E Saepudin bahkan menjanjikan pekerjaan ringan dengan fasilitas kesehatan dan keperluan semua di tanggung oleh majikan dan meng iming-imingi gaji 4 samai 5 juta perbulan dengan jelas mengatakan negara tujuannya Abhudabi/Dubay,” ungkap Aneu kepada awak media dihubungi melalui ponsel.
“Usai melakukan medical chekup, saya menunggu hasilnya di rumah yang membawa kami ke tempat medical chekup, namun kami tidak tahu siapa nama orangnya. Setelah kami mendapatkan kabar bahwa hasil medical, kami di kasih uang fee sebesar 7 juta rupiah pada 14 oktober 2020, dan kami dibuatkan pasport di kantor Imigrasi yang berbeda. Saya membuat pasport di kantor imigrasi Jakarta Pusat. Selesai membuat pasport lantas saya diantarkan pulang oleh E saepudin hingga di rumah sponsor Tati, lalu kami pulang ke rumah masing-masing untuk menunggu kabar jadwal penerbangan,” terang Aneu.
“Pada 7 Desember 2020, saya dijemput oleh sponsor E saepudin untuk diterbangkan, dan sebelumnya, kami ditampung selama 2 hari di penampungan yang berada di daerah Cibubur, hingga E saepudin memberitahukan kepada kami bahwa kami akan diterbangkan ke Negara Erbil, namun karena kami tidak tahu maka kami setuju saja, kami kira Erbil itu bukan negara Irak, karena sponsor bilang Erbil itu kota yang sangat indah dan rumah nya kecil-kecil sehingga kami tidak akan begitu terbebani dengan pekerjaan dan katanya gajihnya pun besar. Namun ternyata semua bohong belaka,” keluh Aneu.
“Tanggal 10 Desember 2020 saya di terbangkan melalui bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat QATAR AIRWAYS kelas Economi, dan transit di Bandara Khatar tanggal 11 Desember 2020. Setelah beberaa saat transit, kami terbang lagi ke Erbil dengan pesawat yang sama. Setelah menempuh perjalanan yang begitu panjang dan sangat melelahkan, akhirnya kami tiba di Erbil pada 11 Desember 2020,” lanjut Aneu tanpa menyebut jam berapa.
“Setelah istirahat beberapa hari, kamipun dijemput oleh Calon Majikan kami masing-masing, saya di bawa oleh majikan saya yang bernama Dr. Wishyar Jamal Bazzaz. Namun ahirnya ternyata nasib baik tidak berpihak kepada saya. Dr. Wishyar Jamal Bazzaz sangat kurang ajar hingga hampir memperkosa saya, singkatnya majikan perempuan cemburu, hingga saya difitnah mengambil uang dan sering memperlakukan saya dengan kasar, hingga suatu hari saya pernah dipukulnya dan kepala saya dijedotin ke tembok, pernah juga dicekik dan disekap di kamar mandi,” keluh Aneu.
“Karena saya baru bekerja di luar negri belum bisa bahasa saya bertahan selama 3 bulan bekerja di rumah itu. Namun karena saya sudah tidak tahan dengan sikap majikan laki-laki yang membuat saya tidak nyaman dan perlakuan majikan perempuan yang selalu bersikap kasar, akhirnya saya memutuskan untuk kabur ke kantor Agency,” jelas Aneu.
Setelah kejadian itu, menurut pengakuan Aneu, dirinya merasa takut dan trauma untuk melanjutkan bekerja, kemudian Aneu izin ke ke Mr Rohan yang bekerja di Agency Mali Kurd untuk meminta pulang ke Indonesia, namun Aneu tidak mendapatkan izin, malah dijualnya lagi ke majikan ke dua bernama Adil Salieh.
Bekerja di rumah Adil Salieh, masih menurut Aneu, justru semakin menderita dengan mendapatkan makan hanya satu hari sekali, itupun hanya kubs dan roti samuli, hingga tak lama kerja, Aneu mulai sakit, dan pernah dirawat di salah satu Rumah Sakit. Hingga setelah beberapa bulan bekerja di rumah Adil Salieh, ahirnya Aneu memohon pada majikan dengan mengatakan bahwa sudah tidak sanggup lagi bekerja, dan akhirnya Aneu dikembalikan ke kantor Mali Kurdi oleh majikan Adil Salieh dengan alasan karena Aneu sakit-sakitan.
Di kantor Mali Kurdi, Mr Rohan terus berusaha dan memaksa Aneu untuk bekerja lagi, hingga Aneu kembali dijual ke Mr Rohahan selaku majikan ketiga, Mr. Rohahan menerima Aneu meskipun mengetahui bahwa Aneu dalam keadaan sakit bahkan pernah muntah darah.
“Dalam keadaan lemah tak berdaya, dari rumah Mr Rohahan saya kembali ke Agency namun saya malah mendapat perlakuan kasar dari orang hitam, staf Mr. Rohan, dia memukuli tangan saya, dan saya jarang dikasih makan. Karena saya tidak tahan dengan perlakuan orang Agency, akhirnya mekipun sering sakit-sakitan, saya memutuskan untuk kembali bekerja hingga sekarang sambil menunggu saatnya bisa kembali ke tanah air,” lanjut Aneu.
“Ternyata apa yang dijanjikan sponsor bernama E saepudin kepada saya itu sama sekali jauh dengan kenyataan, gajih yang di janjikan sebesar 500 dolar ternyata hanya 300 dolar dan fasilitas seperti jaminan kesehatan pun ternyata tidak ada,” keluhnya lagi.
“Saya telah mengadukan apa yang saya alami di negara Erbil kepada semua sponsor saya bahkan saya sudah mengadukan kepada Nenden yang menjadi Agency di jakarya, akan tetapi tidak ada tanggapan sama sekali, hingga akhirnya suami saya menyampaikan keluhan kejadian yang saya alami kepada team deFakto, yang kemudian mendampingi suami saya membuat laporan ke Polda Jabar,” terang Aneu lagi.
Akan tetapi belum juga mendapatkan respon dari sponsor dan agency, team deFakto mengadukan kami kepada pihak KBRI Bagdad yang bernama Amiruloh dan Zainul, Namun dari pihak KBRI Bagdad malah memarahi kami dan menyuruh kami untuk bertahan selama dua tahun, dan jika ingin pulang sekarang harus membayar ganti rugi untuk Agency sebesar 38 ribu dollar Erbil atau 58 juta jika dirupiahkan,” ungkap Aneu yang mengaku tidak sanggup untuk memenuhinya.
Mendengar keluh kesah Aneu, kami memohon kepada Pemerintah Indonesia melalui stakeholder dan semua pihak terkait di Dalam maupun di Luar Negeri agar dapat membantu mereka yang sedang mendapatkan musibah agar bisa segera kembali ke Tanah Air.
(Tim)