Jakarta – Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) mengaku telah mengirimkan surat ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan sebagai laporan pengaduan terkait exchanger asing Kripto masuk Indonesia tanpa izin.
“Kami telah mengadukan terkait banyaknya exchanger asing yang beroperasi di Indonesia namun belum terjamah regulasi dan belum terdaftar di Bappebti, dan ini sangat merugikan banyak pihak termasuk pihak Pemerintah,” ungkap Supervisory Board ABI, Pandu Sastrowardoyo, Ahad (20/8/23).
Dikatakan Pandu, salah satu yang diadukan adalah Binance, “Binance cuma satu contoh dari 300 yang sudah disebutkan yang penggunanya besar di Indonesia, ini jadi perhatian tersendiri dan kita sudah kirimkan surat ke Bappebti terkait exchanger’s ini,” tuturnya.
Pandu mengaku, ABI telah membuat kajian untuk menghitung berapa kerugian negara jika praktik ini terus berlanjut, diantaranya adalah keluarnya arus modal tanpa terkendali dari dalam negeri ke luar negeri.
“Sebab pada praktiknya ada exchanger kripto asing yang belum terdaftar di Bappebti, tapi bisa diakses oleh para investor kripto. Transaksi yang dilakukan investor lokal kemudian diproses di sistem exchanger di luar negeri. Buktinya, ada exchangers asing yang belum terverifikasi di Indonesia tapi sangat mudah diakses dan banyak layanan-layanan lain yang di Indonesia belum diatur. Sehingga banyak yang tidak melakukan pendaftaran untuk mendapat izin, sehingga kembali Indonesia mereka untuk membeli koin-koin besar seperti Bitcoin dan Etherium kemudian mereka menggunakan layanan lainnya di luar negeri,” terangnya.
Pandu menilai ada celah yang membuat negara rugi karena banyak exchanger asing belum terdaftar. Menurutnya salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah pemblokiran baik websitenya maupun aplikasinya hingga mereka melakukan pendaftaran terlebih dahulu sebelum memasarkan jasanya di dalam negeri.
“Ada beberapa yang saya tahu yang sudah kena ban websitenya, tapi aplikasinya masih bisa di install dan digunakan. Jadi kembali kalau kita dari industri mencoba membuat kajian, perlihatkan seperti apa kerugian negara karena kita tahu pendapatan negara untuk pajak kripto pada bulan Mei-September tahun lalu cukup besar. Jadi potensi bisa lebih besar lagi apabila ini terjaring di Kemenkeu,” tutupnya.
Terpisah, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengakui bahwa penyerapan pajak kripto nasional belum begitu optimal.
Dia menjelaskan belum optimalnya penerimaan pajak kripto tidak lepas dari masih lesunya pasar kripto di 2022.
“Transaksi kripto di 2022 itu kan jauh menurun bila dibandingkan 2021. Pada 2021 itu kan Rp. 859,9 triliun dan 2022 sekitar Rp. 300an triliun. Artinya kan potensinya memang menurun di tahun 2022,” tuturnya.
“Tapi kan pengenaan pajak baru dikenakan pada bulan Mei 2022. Nah kalau kita bandingkan nilai transaksi Mei hingga Desember 2022 itu relevan dengan angka itu. Artinya tidak ada transaksi yang tidak kena pajak,” tambahnya.
Diketahui, pihak pemerintah menetapkan tarif atas transaksi aset kripto sebesar 0,1% untuk PPh Pasal 22 dan 0,11% untuk PPN final. Tarif itu untuk transaksi di exchanger dalam negeri yang sudah terdaftar di Bappebti.
Sementara untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri tarif pajak sebesar 0,2% untuk PPh Pasal 22 dan 0,22% untuk PPN final. Namun permasalahannya pengenaan pajak untuk transaksi kripto di exchanger luar negeri masih belum optimal.
“Masalahnya perdagangan di luar negeri bagaimana kita tahu bertransaksi di Indonesia. Karena jelas mereka tidak berizin, dan bukan mereka masuk ke Indonesia. Justru investor kita belinya dari yang ada di luar negeri,” terangnya.
Didid menjelaskan, hingga saat ini transaksi kripto yang dilakukan investor RI di luar negeri masih sulit untuk dideteksi, sehingga pengenaan tarif pajak sulit untuk dilakukan.
Kementerian Perdagangan telah membuat langkah-langkah strategis dalam pengembangan akselerasi industri aset kripto, diantaranya pembentukan Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, dan Pengelola Tempat Penyimpanan (Depository) untuk Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto.
Sedangkan Kemendag melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait aset kripto.
Salah satu kriteria dalam penetapan jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia yaitu berbasis Distributed Ledger Technology atau berbasis teknologi blockchain.
Teknologi blockchain tersebut menawarkan potensi bagi Indonesia untuk menjadi pelaku aktif dan tidak hanya sebagai pasar. (Haryanto)